Kurikulum merupakan inti dari bidang
pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan.
Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka
penyusunan kurikulum tidak dapat dipandang sembarangan. Penyusunan kurikulum
membutuhkan landasan – landasan yang kuat, yang didasarkan kepada hasil – hasil
pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak
didasarkan kepada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan
pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya akan berakibat pula terhadap
kegagalan proses pengembangan manusia.
B.
Filsafat dan Kurikulum
Filsafat membantu orang orang yang
berhubungan dengan kurikulum yang didasarkan pada bagaimana sekolah dan kelas
diorganisir. Pentingnya filsafat itu menentukan keputusan – keputusn dalam
sebuah kurikulum, seperti menurut L. Thomas Hopkins, ketika pejabat
dipendidikan menyarankan akan skedul yang berpihak kepada gurudan siswa, pasti
berdasarkan kepada filsafat yang dianutnya. Selanjutnya Hopkins menyatakan bahwa
filsafat itu penting untuk semua aspek kurikulum. Apakah filsafat itu
dinyatakan secara jelas atau tidak. Jhon Goodlad menyatakan bahwa filsafat
adalah titik awal dalam memutuskan suatu kurikulum dan menjadi basis untuk
semua bagian kurikulum. Filsafat menjadi kriteria untuk menentukan tujuan, alat
dan hasil dari kurikulum.
Smiths, Stanlay dan Shores juga
berpendapat bahwa peranan filsafat dalam mengembangkan kurikulum adalah sebagai
berikut :
- Merumuskan tujuan pendidikan
- Menyeleksi dan mengorganisasikan pengetahuan
- Memformulasi aktifitas dan proses dasar
Menjawab masalah ketimpangan antara
apa yang dilihat dengan yang sebenarnya.
C.
Filsafat dan Peranan Kurikulum
Filsafat mempengaruhi pandangan
kurikulum yang mana kurikulum sebagai suatu program pendidikan yang telah
direncanakan, dan mengembangkan peran sebagai berikut:
- Peranan Konseruatif
Menekankan bahwa kurikulum itu dapat
dijadikan sebagai sarana mantransnusikan nilai – nilai budaya masa lalu yang
dianggap masih relevan dengan masa kini kepada generasi muda.
- Peranan Kreatif
Menekankan bahwa kurikulum harus
mampu mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan pertimbangan yang terjadi
dan kebutuhan – kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan yang akan datang.
- Peranan Kritis dan Evaluatif
Peranan imi dilatar belakangi oleh
adanya budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan,
sehingga pewarisan nilai – nilai dan budaya masa lalu kepada siswa perlu
disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang.
D. Filsafat Sebagai Sumber Kurikulum
Sumber kurikulum ada dua, yaitu :
- Titik awal dari pengembangan kurikulum
- Sebagai interpedensi ( menghubungkan antara yang satu
dengan yang lainnya)
Jhon Dewey menyakan bahwa bagian
dari filsafat adalah menyediakan kerangka kerja atau acuan bagi tujuan, metode
dari sekolah( menyediakan pengetian umum tentang kehidupan dan cara berfikir).
Selanjutnya Jhon Dewey menyakan bahwa filsafat itu tidak hanya sebagai titik
awal tetapi juga penting bagi segala aktifitas kurikulum dan sekolah yang
merupakan laboratorium pendidikan, dimana perbedaan filsafat terlihat dengan
jelas.
Sementara itu menurut Tyler’s
filsafat adalah suatu kriteria untuk menyusun pendidikan, selanjutnya tyler’s
juga berpendapat bahwa filsafat sosial dan pendidikan yang dianut oleh suatu
sekolah dapat berfungsi sebagai lapissan pertama untuk mengembangkan program –
program sekolah, karena itu filsafat pendidikan dalam masyarakat demokrasi
secara tegas juga menekankan niai – nilai demokrasi disekolah.
E. Aliran – Aliran Filsafat Utama
Ada beberapa aliran filsafat yang
mempunyai pengaruh besar terhadap pendidikan di Amerika, diantaranya ialah
Idealisme, realisme, Pragmatisme, dan eksistensialisme. Untuk lebih jelasnya,
bentuk ini akan diuraikan secara ringkat keempat aliran tersebut :
1.
Idealisme
Tokoh – tokoh yang menganut faham
idealisme adalah Plato, yang berpengruh besar terhadap faham – faham
pendidikan. Idealisme menekankan kepada moral dan kenyataan spritual sebagai
ide utama dalam dunia. Kebenaran dan nilai – nilai yang sifatnya absolut tak
terbatas waktu dan universal. Pikiran dan ide sifatnya permanen terus menerus
dan tersusun pada susunan yang sempurna.
Mengetahui adalah memikirkan kembali
ide terakhir yang pernah muncul dalam pikiran. Tugas guru adalah membangkitkan
pengetahuan yang dimilikikepada kesadaran. Oleh karenya, belajar melibatkan
ingatandan belajar dengan ide, kemudian pendidikan sangat konsen terhadap
konsep – konsep materi pendidikan yang idealis lebih menyukai susunan dan poloa
dari ilmu pengetahuan dalam kurikulum yang berhubungan dengan ide-ide dan
konsep satu sama lain.
2.
Realisme
Tokoh aliran realisme adalah
Aristoteles, Thomas Aquinas, Harry Broudy dan John wild, mereka melihat dunia
dari segi objek dan materi. Kaum realisme menekankan kurikulum berisikan mata
pelajaran yang diorganisasikan secara terpisah, yang sangat penting adalah
membaca, menulis, aritmatik B\bagi kaum realisme ini. Dan bagi kaum idealisme
pengetahuan berasal dari mempelajari ide – ide nasional dan kebenaran –
kebenaran universal dalam kontek seni, sastra bahasa ( Art ), akan tetapi bagi
penganut paham realisme kebenaran dan kenyataan berasal dari saiins dan seni.
3.
Pragmatisme
Tokoh pragmatisme adalah John Dewey.
Pragmatisme menganggap bahwa pengetahuan adalah proses dimana realita selalu
berubah. Karena itu belajar terjadi jika seseorang terlibat dalam pemecahan
masalah ( Problem Solving ).
Menurut John Dewey, pendidikan
adalah proses meningkatkan bukan menerima kondisi manusia. Oleh karena itu
penekanan pada problem solving menggunakan metode scientific tidak mengumpulkan
fakta – fakta atau pandangan – pandangan. Jadi mata pelajaran itu adalah
interdisipliner. Kaum pragmatisme menganggap proses pembelajaran adalah proses
merekonstruksi pengalaman sesuai dengan metode scientific, karena itu belajar
harus secara aktif, baik secara individu/kelompok dalam menyelesaikan masalah.
4.
Eksistensial
Pragmatisme itu berasal dari Amerika
sedangkan Eksistensial itu berasal dari Eropa. Menurut kaum Eksistensial ini manusia
dihadapkan kepada berbagai pilihan dalam situasi yang dihadapinya. Setiap
manusia menciptakan defenisinya sendiri termasuk dalam melakukannya sesuai
dengan pilihannya.
Eksistensial lebih menyukai benda
secara bebas untuk memilih apa yang ingin dipelajarinya dan yang dianggapnya
benar karena sasaran eksistensialisme sama dengan pragmatis yaitu meningkatkan
kehidupan umat manusia. Pembelajaran lebih banyak diskusi/dialog tentang apa
yang dianggapnya baik.
F. Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan juga diwarnai
dengan aliran-aliran, yaitu Perenialisme, Esensialisme, Progresivisme dan
Rekonstruksianisme, berikut penjabarannya :
1.
Perenialisme
Perenialisme, jawaban terhadap
pertanyaan pendidikan merujuk pada satu pertanyaan yaitu apakan hakikat
manusia?. Perenialisme menganggap bahwa hakikat manusia adalah konstan atau
tetap. Manusia mempunyai kemampuan memahami dan mengerti kebenaran-kebenaran
universal dari alam. Tujuan pendidikan adalah mengembangkan rasionalitas
manusia dan membuka kebenaran-kebenaran universal dengan cara melatih
intelektual.
Kurikulum perenial adalah subjek
center (berpusat pada subjek) berasal dari disiplin-disiplin ilmu apa yang
disebut dengan liberal dengan tekanan pada bahasa, sastra, matematika, arts dan
sains. Guru dipandang orang yang ahli dibidangnya, karena itu harus menguasai
bidangnya atau disiplin ilmunya, dan membimbing siswa untuk berdiskusi.
Mengajar didasarkan terutama sekali pada metode sokrates yaitu penjelasan
secara lisan, perkuliahan. Minat siswa tidak relevan untuk pengembangan
kurikulum karena siswa belum m atang dan tidak punya pertimbangan untuk
menentukan apa pengetahuan dan nilai-nilai terbaik. Nilai-nilai terbaik yang
akan dipelajarinya. Oleh karena itu dalam kurikulum ini sangat sedikit yang
sifatnya elektif (semua sudah ditentukan/tidak ada pilihan).
2.
Essensialisme
Pencetus essensialisme adalah
William Bagley. Essensialisme lebih konsen pada isu-isu kontemporer. Menurut
esensialis kurikulum sekolah harus diarahkan kepada sifatnya yang esensial saja
sains, sejarah, sastra, matematika dan art. Sedangkan untuk sekolah menengah
bahasa inggris, matematika, sains, sejarah dan bahasa bahasa asing.
Sebagaimana perenial, essensial yang
menolak subjek-subjek yang lain seperti art, fisikal, vokasional/ pendidikan
kejuruan. Sebagaimana perenial esssensial juga menganggap setiap siswa apapun
kemampuannya harus mengikuti kurikulum yang sama, tetapi dalam tingkat dan
jumlah yang disesuaikan dengan kemampuannya. Peranan guru adalah sebgai model
dan menguasai bidang ilmunya secara maksimal. Guru memegang kendali penuh atas
kelasnya.
Essensialis sekarang terefleksi
dalam tuntutan untuk menaikkan standar akademis dan kemampuan berpikir siswa.
Sesuatu yang paling perlu dikuasai yang esensial mesti ditingkatkan,
sedangkan subjek-subjek yang lain diabaikan. Misalnya bagi siswa yang akademis
tinggi itu diberi kelas aksel.
3.
Progresifisme
Progresifisme dikembangkan dari
pragmatisme. Menurut paham ini keterampilan dan alat untuk belajar meliputi
metode problem solving dan sientific inkuiri. Pengalaman belajar harus meliputi
perilaku kerjasama dan disiplin diri. Keduanya dianggap penting untuk kehidupan
yang demokratis. Bag paham progresif kurikulum interdisipliner buku dan
disiplin keilmuan (materi pelajaran) adalah bagian dari proses belajar bukan
sumber ilmu pengetahuan. Peranan guru unik, dia berfungsi sebagai pembimbing
siswa dalam pemecahan masalah dan projek scientifik. Guru dan siswa
merencanakan aktifitas bersama-sama. Progresif sifatnya berpusat pada anak dan
pendidikan progresif berpusat kepada anak sebagai peserta didik tidak sebagai
subjek didik. Lebih menekankan aktifitas dan pengalaman dari pada verbal dan
pembelajaran dengan cara bekerja sama dari pada kompetisi.
Saat ini progresif terlihat dalam
beberapa gerakan seperti relevan kurikulum; humanistik; dan reformasi sekolah
yang radikal. Relevan kurikulum maksudnya pesertaa didik harus dimotivasi
dan ditarik dalam belajar dalam bentuk tugas dan kelas harus diberi pengalaman-pengalaman
yang nyata. Humanistik kurikulum menekankan pada hasil belajar afektif yang
berakar pada Abraham Moslow dan Ragger bahwa tujuan utama adalah untuk
menciptakan orang-orang yang mampu beraktualisasi diri. Reformasi sekolah yang
radikal, merubah suasana sekolah dari suasana yang eksis saat ini dimana
guru berperan sebagai penjaga penjara, sekolah sebagai penjara, tidak ada
kebebasan untuk berekspresi diubah ke situasi sekolah yang memiliki kebebasan
yang besar.
4.
Rekonstruksianisme
Rekonstruksinisme tokohnya adalah
Teodore Branell. Rekonstruksionisme menganggap siswa dan guru tidak hanya
mengambil posisi tertentu tetapi juga mesti bertindak sebagai agen perubahan
untuk memperbaharui masyarakat. Netralitas dalam kelas tidak perlu untuk proses
demokrasi, tetapi guru dan siswa harus mengambil sikap untuk memberikan
alasan-alasan berpartisipasi dalam tanggungjawab sosial. Dalam kurikulum,
dengan pendidikan harus sesuai dengan ekonomi politik yang baru. Bagi
rekonstruksionis analisis, interpretasi dan evaluasi dari masalah tidak cukup,
komitmen dan aksi dari siswa dan guru diperlukan karena masyarakat selalu
berubah maka kurikulum juga berubah. Siswa dan guru bertindak sebagai agen
perubahan. Kurikulum yang didasarkan pada isu-isu sosial dan pelayanan sosial
dianggap ideal. Masalah-masalah yang terjadi di masyarakat dimasukan ke dalam
kurikulum, perubahan dalam masyarakat dihendel oleh kurikulum termasuk
kesempatan untuk mendapat pendidikan.
Landasan Hukum KTSP
LANDASAN
HUKUM PENYUSUNAN KTSP
Undang-Undang RI Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
- Pasal 36 ayat (1)
:’Pengembangan Kurikulum dilakukan dengan mengacu pada Standar Nasional
Pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.”
- Pasal 36 ayat (2) :”
Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan
prinsip diversifikasi, sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah dan peserta didik.”
- Pasal 38 ayat (2) :”
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan
relevansinya oleh setiap kelompok atau
satuan pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah di bawah koordinasi dan
supervisi Dinas Pendidikan atau kantor Departemen Agama kabupaten/kota
untuk pendidikan dasar, dan provinsi untuk pendidikan menenga
Peraturan Pemerintah
RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
- Pasal 1 ayat (15) ;”
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional
yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.
- Pasal 6 ayat (1) :”
Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan dan khusus pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah terdiri atas :
- Kelompok mata pelajaran
agama dan akhlak mulia.
- Kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan akhlak mulia.
- Kelompok mata pelajaran
ilmu pengetahuan dan teknologi.
- Kelompok mata pelajaran
estetika.
- Kelompok mata pelajaran
jasmani, olahraga dan kesehatan.
- Pasal 6 ayat (4) :” Setiap
kelompok mata pelajaran (KMP) dilaksanakan secara holistik sehingga
pembelajaran masing-masing kelompok mata pelajaran mempengaruhi pemahaman
dan/atau penghayatan peserta didik.
- Pasal 6 ayat (5) :” Semua
kelompok mata pelajaran sama pentingnya dalam menentukan kelulusan peserta
didik dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah.
- Pasal 6 ayat (6) :”
Kurikullum dan silabus SD/MI/SDLB/PAKET A, atau bentuk lain yang
sederajat, menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan
menulis, kecakapan berhitung, serta kemampuan berkomunikasi.
- Pasal 8 ayat (1) :”
Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam
kompetensi pada setiap tingat dan/atau semester sesuai dengan Standar
Nasional Pendidikan. à SK/KD
- Pasal 13 dan 14 menekankan
bahwa Kurikulum SMP/MTs./SMPLB/SMA/MA/SMALB :
- dapat memasukkan
pendidikan kecakapan hidup.
- Dapat memasukkan
pendidikan berbasis keunggulan lokal.
- Pasal 16 ayat (1) :”
Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan
dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP.
- Pasal 17 ayat (1) ;”
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan……. dikembangkan sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat
setempat, dan peserta didik.
- Pasal 17 ayat (2) :” Sekolah
dan komite Sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan
Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan dan silabusnya berdasarkan Kerangka
dasar kurikulum dan Standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi Dinas
Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SD,SMP,SMA
dan SMK ; dan departemen yang menangani urusan pemerintah di bidang agama
untuk MI,MTs., MA dan MAK.
Peraturan Mendiknas RI
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar isi.
Peraturan Mendiknas RI
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan.
Peraturan Mendiknas RI
Nomor 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Mendiknas RI Nomor 22 Tahun
2006 tentang Standar isi, dan Peraturan Mendiknas RI Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kelulusan Tingkat Pendidikan Dasar dan Menengah
Landasan-landasan
Penyusunan Kurikulum
Sukmadinata
dan Nasution mengemukakan bahwa secara komulatif landasan penyusunan kurikulum
adalah : (1) landasan filosofis, (2) landasan psikologis, (3) landasan
sosiologis, (4) landasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, (5) landasan
organisatoris.
Landasan
Filosofis
Secara
harfiah filosofis (filsafat) berarti cinta akan kebijakan-kebijakan (love of
wisdom) orang-orang belajar berfilsafat agar agar ia menjadi orang yang
mengerti dan berbuat bijak, untuk dapat mengerti kebijakan dan berbuat secara
baik, ia harus tahu atau berpengetahuan.
Dalam
kajian filsafat terdapat banyak aliran. Usaha-usaha pengembangan kurikulum
tidak dapat terlepas dari pengaruh aliran filsafat yang dianutnya.
Aliran-aliran filsafat pendidikan yang mendasari pendidikan termasuk dalam
penyusunan kurikulum menurut Brameld, dapat Diklasifikasikan menjadi empat
aliran, yaitu: progresifisme, esensialisme, perenialisme dan
rekonstruksionisme.
- Progresifisme berpendirian bahwa manusia itu mempunyai
kemampuan-kemampuan yang wajar untuk menghadapi dan mengatasi
masalah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam keberadaan manusia
dalam usahanya untuk mengalami kemajuan atau progres. Karena itu ilmu
pengetahuan yang dapat menumbuhkan kemajuan atau progres adalah bagian
yang utama dari kebudayaan.
Sarana
utama untuk memperoleh pengetahuan dan kebijakan adalah pengalaman. Pengetahuan
adalah pengalaman-pengalaman yang telah dipolakan, diatur dan diorganisasikan
sedemikian rupa. Pengetahuan bersifat rasional, empirik dan dapat ditingkatkan
menjadi kebenaran. Dengan demikian kurikulum pendidikan menurut progresifme bersifat
eksperimental, mempertinggi kecerdasan, dan mamandang peserta didik sebagai
kesatuan jasmani, rohani serta manifestasinya sebagai tingkah laku dan
perbuatan yang berada dalam pengalaman. Metode ini bukan suatu keharusan
mutlak, yang jelas metode harus fleksibel dan menimbulkan inisiatif kepada para
siswa.
- Esensialisme berpendirian bahwa pendidikan berfungsi
sebagai pemelihara kebudayaan, karena itu pendidikan harus didasarkan pada
nilai-nilai esensial kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat
manusia. Kebudayaan itu bersumber dari ajaran para filosuf, ahli ilmu
pengetahuan yang memiliki nilai-nilai yang bersifat kekal dan monumental
yang telah teruji oleh sejarah.
Manusia
dalam pandangan esensialisme adalah makhluk yang padanya berlaku hukum
mekinistik evolusionistik di samping merupakan refleksi dari Tuhan. Oleh
karenanya perbuatan manusia dapat dipahami sebagai konvergensi antara
pembawa-pembawa siologis dan pengaruhnya dari lingkungan.
- Sedangkan parenialisme muncul sebagai reaksi terhadap
kebudayaan manusia yang sedang krisis. Aliran ini memberikan pemecahan
dengan jalan kembali kepada prinsip umum yang telah menjadi dasar tingkah
laku dan perbuatan zaman kuno dan abad pertengahan. Dalam arti
kepercayaan-kepercayaan aksiomatis mengenai pengetahuan, realitas dan
nilai dari zaman tersebut. Sikap ini bukan nostalgia, melainkan
berkeyakinan bahwa nilai-nilai asasi tersebut mempunyai kedudukan vital
bagi pembangunan kebudayaan abad sekarang.
Pengetahuan
menurut parenialisme adalah hasil persatuan dunia luar dengan indera yang telah
diolah oleh budi manusia. Budi adalah kemamuan manusia yang tinggi yang
mempunyai cita-cita untuk menuju kepada kebenaran sejati yang bersumber pada
Tuhan. Sesuatu dikatakan memiliki kebenaran sejati manakala menunjukkan adanya
persesuaian antara pikir dengan benda-benda dalam arti esensi. Metode efektif
untuk menuntun orang sampai pada kebenaran hakiki adalah penalaran, baik itu
bersifat induktif, deduktif maupun perpaduan dari keduanya.
Landasan
Psikologis
Merujuk pada
taksonomi jiwa yang dikonsepsi oleh Blomm, perilaku dapat diidentifikasikan
menjadi tiga, yakni perilaku kognitif, perilaku efektif dan perilaku
psikomotorik. Kondisi psikologis setiap individu berbeda karena perbedaan tahap
perkembangannya, latar belakang sosial budaya juga karena perbedaan
faktor-faktor yang dibawa dari lahir.
Perkembangan
atau kemajuan-kemajuan yang dialami anak sebagian besar menjadi karena usaha
belajar, baik melalui proses imitasi, pengingatan, pembiasaan, pemahaman,
penerapan maupun pemecahan masalah. Cara belajar mengajar mana yang dapat
memberikan hasil secara optimal serta bagaimana proses pelaksanaannya
membutuhkan studi yang sistimatik dan mendalam. Studi yang demikian merupakan
bidang pengkajian dari psikologi belajar.
Jadi minimal
ada dua bidang psikologis yang mendasari pengembangan kurikulum, yaitu
psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Keduanya sangat diperlukan baik
di dalam merumuskan tujuan, memilih dan menyusun bahan ajar, memilih dan
menerapkan metode pembelajaran serta teknik-teknik penilaian.
- Psikologi Perkembangan
Psikologi
perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu masa
pertemuan sperma dengan sel telur sampai dengan dewasa. Dalam pembahasan ini
dapat ditemukan prinsip-prinsip perkembangan anak, pola perkembangan anak serta
karakteristik individu pada tahap perkembangan tertentu.
Psikologi
perkembangan diperlukan terutama dalam menetapkan isi kurikulum yang diberikan
kepada siswa agar tingkat keluasaan dan kedalaman bahan pelajaran sesuai dengan
taraf perkembangan anak. Adanya jenjang atau tingkat pendidikan dalam sistem
persekolahan merupakan satu bukti bahwa psikologi perkembangan menjadi landasan
dalam pendidikan, khususnya kurikulum. Psikologi perkembangan bermanfaat bagi
penyesuaian isi kurikulum agar sesuai dengan taraf perkembangan anak.
- Psikologi belajar
Secara
tradisional, belajar dianggap sebagai menambah ilmu pengetahuan berarti lebih
mengutamakan aspek intelektual. Dan biasanya belajar ditempuh dengan jalan
menghafal pelajaran.
Pendapat
lain mengatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi
melalui pengalaman. Segala perubahan tingkah laku baik yang berbentuk kognitif,
afektif maupun psikomotorik dan terjadi karena proses pengalaman dapat
dikategorikan sebagai perilaku belajar. Pengalaman adalah suatu interaksi,
yakni aksi, dan reaksi antara individu dengan lingkungan.
- Landasan Sosiologis
Kita tahu
bahwa pendidikan mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke masyarakat.
Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan, tetapi memberikan bekal pengetahuan,
ketrampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan
lebih lanjut di masyarakat. Anak berasal dari masyarakat, mendapat pendidikan
baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi
kehidupan dalam masyarakat pula. Oleh karena itu kehidupan masyarakat, dengan
segala karateristik dan kekayaan budayanya harus menjadi landasan dan sekaligus
acuan bagi penyusunan kurikulum sebagai rancangan pendidikan. Artinya tujuan, isi,
maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan sistem sosial budaya,
lingkungan alam, serta sarana dan prasarana yang ada.
Al-Quran
sebagai sumber inspirasi Islam telah menjelaskan tatanan nilai-nilai yang
Islami. Untuk mewujudkan masyarakat madani yang Islami, penyusunan kurikulum
Pendidikan Agama Islam harus melandaskan dan mengacu pada tatanan nilai yang
dijelaskan al-Quran tersebut. Dengan penelaahan ini akan diperoleh gambaran
representatif tentang masyarakat madani idaman al-Quran. Sehingga tujuan, isi
dan proses pendidikan Islam yang terangkum dalam kurikulum tidak menyimpang
dari etika tersebut.
Landasan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung maupun tidak langsung menuntut
perkembangan pendidikan. Pengaruh langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi adalah memberikan isi atau materi yang akan disampaikan dalam
pendidikan dan mempengaruhi proses pendidikan. Pengaruh tak langsung
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah menyebabkan perkembangan
masyarakat, dan perkembangan masyarakat menimbulkan problem-problem baru yang
menuntut pemecahan dengan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan baru yang
dikembangkan dalam pendidikan.
Untuk
penyusunan kurikulum, Hilda Taba menegaskan bahwa ada dua hal yang perlu
diperhatikan mengenai ilmu pengetahuan, yaitu the nature of knowledge dan the
content of dicipline.
Landasan
Organisatoris
Landasan
ini berkenaan dengan masalah, dalam bentuk yang bagaimana bahan pelajaran akan
disajikan? Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, ataukah
diusahakan adanya hubungan antara pelajaran yang diberikan, ataukah diusahakan
adanya hubungan secara lebih mendalam dengan menghapus segala batas-batas mata
pelajaran, jadi dalam bentuk kurikulum yang terpadu. Ilmu Jiwa Asosiasi yang
berpendirian bahwa keseleruhan yang subject centered, atau yang terpusat pada
mata pelajaran yang dengan sendirinya akan terpisah-pisah. Sebaliknya ilmu jiwa
gestalt lebih mengutamakan keseluruhan, karena keseluruhan itu lebih bermakna
dan relevan dengan kebutuhan anak dan masyarakat. Aliran psikologi ini lebih
KURIKULUM
A.
Latar Belakang
Pada proses
pembelajaran, suatu ketika seorang guru pasti menemukan masalah-masalah dan
hal-hal yang dirasa kurang tepat dengan apa yang diajarkan dengan kurikulum
yang ditetapkan pemerintah dengan keadaan yang sebenarnya terjadi di sekolah
tersebut. Misalnya,
berdasarkan kurikulum yang ada pada mata pelajaran TIK pada kelas XII SMA harus
bisa membuat email, sedangkan di sekolah tersebut belum terjangkau oleh
internet. Timbul pertanyaan guru mencari upaya untuk mengatasinya? Apa yang
harus dilakukan guru? Apa seorang guru tetap mengajar seperti biasanya dan
masalah itu diabaikan? Tentunya tidak, guru harus bisa memecahkan masalah
tersebut, yaitu dengan mengembangkan kurikulum tersebut dengan kondisi sekolah
masing-masing.
Apa sebenarnya kurikulum tersebut dan
landasan pengembangan kurikulum? Akan dijelaskan lebih lanjut di makalah ini.
B.
Tujuan
Tujuan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Memahami pengertian kurikulum.
2.
Memahami landasan filosofis pengembangan kurikulum.
C.
Kajian
1.
Pengertian Kurikulum
Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang
dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu
sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tersebut berbeda-beda satu dengan yang
lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar yang
bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahas latin, yakni “Curriculae”,
artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu,
pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh
siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum,
siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan
suatu bukti , bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran,
sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat
ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu
kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik
akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.
Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru
menjadi populer sejak tahun lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang
memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang
di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan adalah “rencana pelajaran”
pada hakikatnya kurikulum sama sama artinya dengan rencana pelajaran.
Beberapa
tafsiran lainnya dikemukakan sebagai berikut ini.
1.
Kurikulum
memuat isi dan materi pelajaran.
Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh
dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dipandang
sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa
lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis. Mata ajaran tersebut
mengisis materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh
sejumlah ilmu pengetahuan yang berguna baginya.
2. Kurikulum sebagai rencana pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program
pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan
program itu para siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi
perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan
dan pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah menyediakan lingkungan bagi siswa
yang memberikan kesempatan belajar. Itu sebabnya, suatu kurikulum harus disusun
sedemikian rupa agar maksud tersebut dapat tercapai. Kurikulum tidak terbatas
pada sejumlah mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala sesuatu yang dapat
mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: bangunan sekolah, alat pelajaran,
perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain; yang
pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif. Semua
kesempatan dan kegiatan yang akan dan perlu dilakukan oleh siswa direncanakan
dalam suatu kurikulum.
3. Kurikulum
sebagai pengelaman belajar.
Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yang agak berbeda dengan
pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan
serangkaian pengalaman belajar. Salah satu pendukung dari pengalaman ini
menyatakan sebagai berikut:
“Curriculum is interpreted to mean all of the
organized courses, activities, and experiences which pupils have under
direction of the school, whether in the classroom or not (Romine, 1945,h.
14).”
Pengertian itu menunjukan, bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum
tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga
kegiatan-kegiatan diluar kelas. Tidak ada pemisahan yang tegas
antara intra dan ekstra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman
belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah kurikulum.
Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Undang-Undang No.20 TH. 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Kurikulum pendidikan
tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan
kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi.
(Pasal 1 Butir 6 Kemendiknas No.232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa).
Kurikulum adalah serangkaian mata ajar dan
pengalaman belajar yang mempunyai tujuan tertentu, yang diajarkan dengan cara
tertentu dan kemudian dilakukan evaluasi. (Badan Standardisasi Nasional SIN
19-7057-2004 tentang Kurikulum Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bagi
Dokter Perusahaan).
Dari berbagai macam
pengertian kurikulum diatas kita dapat menarik garis besar pengertian kurikulum
yaitu:
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.
2.
Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum
merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh
kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan
kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara
sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang
didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan
kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal
terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat
pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.
Kurikulum
disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap
perkembangan peserta didik dan
kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang
masing-masing satuan pendidikan. (Bab IX, Ps.37). Pengebangan kurikulum berlandaskan
faktor-faktor sebagai berikut: (1) tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang
dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan institusional yang pada
gilirannya menjadi landasan dalam merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan
pendidikan, (2) Sosial budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat
Indonesia,
1.
Perkembangan peserta didik, yang menunjuk pada karekteristik
perkembangan peserta didik.
2.
Keadaan lingkungan, yang dalam arti luas meliputi lingkungan manusiawi
(interpersonal), lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), dan
lingkungan hidup (bioekologi), serta lingkungan alam (geoekologis).
3.
Kebutuhan pembangunan, yang mencakup kebutuhan pembangunan di bidang
ekonomi, kesejahteraan rakyat, hukum, hankam, dan sebagainya.
4.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang sesuai dengan sistem
nilai dan kemanusiawian serta budaya bangsa.
Nana Syaodih
Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama
dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis ; (2) psikologis; (3)
sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Untuk lebih jelasnya,
di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut.
1.
Landasan
Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam
pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita
dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme,
essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam
pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat
tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum
yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003: hal), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari
masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
a.
Perenialisme
lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari
warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting
dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham
ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat
pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
b.
Essensialisme
menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan
keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang
berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai
dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama
halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa
lalu.
c.
Eksistensialisme
menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna.
Untuk memahamu kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini
mempertanyakan bagaimana saya hidup di
dunia? Apa pengalaman itu?
d.
Progresivisme
menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta
didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme
merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
e.
Rekonstruktivisme
merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruksivisme,
peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Disamping menekankan tentang
perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstuktivisme lebih jauh
menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran
ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis , memecahkan masalah, dan
melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dan
proses.
Aliran filsafat Perenialisme,
Essensialisme, eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari
terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan,
filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum
Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan
dalam Pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat pasti
memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek
pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara
eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan
yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa
negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan
dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat
rekonstruktivisme.
2.
Landasan
Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997)
mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari
pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi
belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang
perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi
perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan,
aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal
lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi
belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks
belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori
belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar yang
semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari
pengembangan kurikulum.
Masih berkenaan dengan landasan
psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologis yang mendasari
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella
Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan
”karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan
referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam
pekerjaan pada suatu situasi”.
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5
tipe kompetensi, yaitu:
- Motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk
berfikir secara konsisten atau keinginan untuk melakukan suatu aksi.
- Bawaan; yaitu karakteristik fisisk yang merespons
secara konsisten berbagai situasi atau informasi.
- Konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image
seseorang.
- Pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki
seseorang;
- Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara
fisik maupun mental.
Kelima kompetensi tersebut mempunyai
implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan.
Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri
seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih
mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan
(pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan Pelatihan merupakan hal
tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif
jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.
3.
Landasan
Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu
rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan
dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha
mempersiapkan peserta didik untuk terjun kelingkungan masyarakat. Pendidikan
bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan,
keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan
lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat,
mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat
dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan
segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus
acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan
muncul manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya,
tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu
membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses
pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan
dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat
masing-masing memiliki-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan
dan pola hubungan antar anggota masyarkat. Salah satu aspek penting dalam
sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan
dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber
dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat
maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga
menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian
terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih
Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal
peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban
masa yang akan datang. Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya
mempertimbankan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial-budaya
dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.
4.
Landasan Ilmu
Pengetahuan dan Tekhnologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan
tekhnologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad
pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori
baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus
semakin berkembang.
Akal manusia telah mampu menjangkau
hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu
kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan
kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di
Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki
di Bulan.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang
informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada
peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini
terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan
keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang
berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan
sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar
sepanjang hayat dan standar mutu tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan
yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan
kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk
berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses,
memilih dan menilai pengetahuan, serta menngatasi situasi yang ambigu dan antisipatif
terhadap ketidakpastian.
Perkembangan dalam bidang Ilmu
Pengetahuan dan Tekhnologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi
telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum
seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
D.
KESIMPULAN
1.
Pengertian
Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.
2. Landasan Kurikulum
Dari pembahasan makalah
ini kami mengambil garis besar dari beberapa landasan kurikulum, yaitu
meliputi:
1)
Landasan
Filosofis
2)
Landasan
Psikologis
3)
Landasan
Sosial-budaya
4)
Landasan Ilmu
pengetahuan dan teknologi
DAFTAR RUJUKAN
Hamalik, Oemar. 2007. Kurikulum
dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.
Nasution, M.A. 2006. Asas-Asas
Kurikulum. Jakarta : Bumi Aksara.
0 komentar:
Posting Komentar