Landasan kurikulum

Posted by



A. Pendahuluan
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dipandang sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan – landasan yang kuat, yang didasarkan kepada hasil – hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan kepada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya akan berakibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.

B. Filsafat dan Kurikulum
Filsafat membantu orang orang yang berhubungan dengan kurikulum yang didasarkan pada bagaimana sekolah dan kelas diorganisir. Pentingnya filsafat itu menentukan keputusan – keputusn dalam sebuah kurikulum, seperti menurut L. Thomas Hopkins, ketika pejabat dipendidikan menyarankan akan skedul yang berpihak kepada gurudan siswa, pasti berdasarkan kepada filsafat yang dianutnya. Selanjutnya Hopkins menyatakan bahwa filsafat itu penting untuk semua aspek kurikulum. Apakah filsafat itu dinyatakan secara jelas atau tidak. Jhon Goodlad menyatakan bahwa filsafat adalah titik awal dalam memutuskan suatu kurikulum dan menjadi basis untuk semua bagian kurikulum. Filsafat menjadi kriteria untuk menentukan tujuan, alat dan hasil dari kurikulum.
Smiths, Stanlay dan Shores juga berpendapat bahwa peranan filsafat dalam mengembangkan kurikulum adalah sebagai berikut :
  1. Merumuskan tujuan pendidikan
  2. Menyeleksi dan mengorganisasikan pengetahuan
  3. Memformulasi aktifitas dan proses dasar
Menjawab masalah ketimpangan antara apa yang dilihat dengan yang sebenarnya.
C. Filsafat dan Peranan Kurikulum
Filsafat mempengaruhi pandangan kurikulum yang mana kurikulum sebagai suatu program pendidikan yang telah direncanakan, dan mengembangkan peran sebagai berikut:
  1. Peranan Konseruatif
Menekankan bahwa kurikulum itu dapat dijadikan sebagai sarana mantransnusikan nilai – nilai budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada generasi muda.
  1. Peranan Kreatif
Menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan pertimbangan yang terjadi dan kebutuhan – kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan yang akan datang.
  1. Peranan Kritis dan Evaluatif
Peranan imi dilatar belakangi oleh adanya budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai – nilai dan budaya masa lalu kepada siswa perlu disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang.

D. Filsafat Sebagai Sumber Kurikulum
Sumber kurikulum ada dua, yaitu :
  1. Titik awal dari pengembangan kurikulum
  2. Sebagai interpedensi ( menghubungkan antara yang satu dengan yang lainnya)
Jhon Dewey menyakan bahwa bagian dari filsafat adalah menyediakan kerangka kerja atau acuan bagi tujuan, metode dari sekolah( menyediakan pengetian umum tentang kehidupan dan cara berfikir). Selanjutnya Jhon Dewey menyakan bahwa filsafat itu tidak hanya sebagai titik awal tetapi juga penting bagi segala aktifitas kurikulum dan sekolah yang merupakan laboratorium pendidikan, dimana perbedaan filsafat terlihat dengan jelas.
Sementara itu menurut Tyler’s filsafat adalah suatu kriteria untuk menyusun pendidikan, selanjutnya tyler’s juga berpendapat bahwa filsafat sosial dan pendidikan yang dianut oleh suatu sekolah dapat berfungsi sebagai lapissan pertama untuk mengembangkan program – program sekolah, karena itu filsafat pendidikan dalam masyarakat demokrasi secara tegas juga menekankan niai – nilai demokrasi disekolah.
E. Aliran – Aliran Filsafat Utama
Ada beberapa aliran filsafat yang mempunyai pengaruh besar terhadap pendidikan di Amerika, diantaranya ialah Idealisme, realisme, Pragmatisme, dan eksistensialisme. Untuk lebih jelasnya, bentuk ini akan diuraikan secara ringkat keempat aliran tersebut :
1.      Idealisme
Tokoh – tokoh yang menganut faham idealisme adalah Plato, yang berpengruh besar terhadap faham – faham pendidikan. Idealisme menekankan kepada moral dan kenyataan spritual sebagai ide utama dalam dunia. Kebenaran dan nilai – nilai yang sifatnya absolut tak terbatas waktu dan universal. Pikiran dan ide sifatnya permanen terus menerus dan tersusun pada susunan yang sempurna.
Mengetahui adalah memikirkan kembali ide terakhir yang pernah muncul dalam pikiran. Tugas guru adalah membangkitkan pengetahuan yang dimilikikepada kesadaran. Oleh karenya, belajar melibatkan ingatandan belajar dengan ide, kemudian pendidikan sangat konsen terhadap konsep – konsep materi pendidikan yang idealis lebih menyukai susunan dan poloa dari ilmu pengetahuan dalam kurikulum yang berhubungan dengan ide-ide dan konsep satu sama lain.
2.      Realisme
Tokoh aliran realisme adalah Aristoteles, Thomas Aquinas, Harry Broudy dan John wild, mereka melihat dunia dari segi objek dan materi. Kaum realisme menekankan kurikulum berisikan mata pelajaran yang diorganisasikan secara terpisah, yang sangat penting adalah membaca, menulis, aritmatik B\bagi kaum realisme ini. Dan bagi kaum idealisme pengetahuan berasal dari mempelajari  ide – ide nasional dan kebenaran – kebenaran universal dalam kontek seni, sastra bahasa ( Art ), akan tetapi bagi penganut paham realisme kebenaran dan kenyataan berasal dari saiins dan seni.
3.      Pragmatisme
Tokoh pragmatisme adalah John Dewey. Pragmatisme menganggap bahwa pengetahuan adalah proses dimana realita selalu berubah. Karena itu belajar terjadi jika seseorang terlibat dalam pemecahan masalah ( Problem Solving ).
Menurut John Dewey, pendidikan adalah proses meningkatkan bukan menerima kondisi manusia. Oleh karena itu penekanan pada problem solving menggunakan metode scientific tidak mengumpulkan fakta – fakta atau pandangan – pandangan. Jadi mata pelajaran itu adalah interdisipliner. Kaum pragmatisme menganggap proses pembelajaran adalah proses merekonstruksi pengalaman sesuai dengan metode scientific, karena itu belajar harus secara aktif, baik secara individu/kelompok dalam menyelesaikan masalah.
4.      Eksistensial
Pragmatisme itu berasal dari Amerika sedangkan Eksistensial itu berasal dari Eropa. Menurut kaum Eksistensial ini manusia dihadapkan kepada berbagai pilihan dalam situasi yang dihadapinya. Setiap manusia menciptakan defenisinya sendiri termasuk dalam melakukannya sesuai dengan pilihannya.
Eksistensial lebih menyukai benda secara bebas untuk memilih apa yang ingin dipelajarinya dan yang dianggapnya benar karena sasaran eksistensialisme sama dengan pragmatis yaitu meningkatkan kehidupan umat manusia. Pembelajaran lebih banyak diskusi/dialog tentang apa yang dianggapnya baik.
F. Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan juga diwarnai dengan aliran-aliran, yaitu Perenialisme, Esensialisme, Progresivisme dan Rekonstruksianisme, berikut penjabarannya :
1.      Perenialisme
Perenialisme, jawaban terhadap pertanyaan pendidikan merujuk pada satu pertanyaan yaitu apakan hakikat manusia?. Perenialisme menganggap bahwa hakikat manusia adalah konstan atau tetap. Manusia mempunyai kemampuan memahami dan mengerti kebenaran-kebenaran universal dari alam. Tujuan pendidikan adalah mengembangkan rasionalitas manusia dan membuka kebenaran-kebenaran universal dengan cara melatih intelektual.
Kurikulum perenial adalah subjek center (berpusat pada subjek) berasal dari disiplin-disiplin ilmu apa yang disebut dengan liberal dengan tekanan pada bahasa, sastra, matematika, arts dan sains. Guru dipandang orang yang ahli dibidangnya, karena itu harus menguasai bidangnya atau disiplin ilmunya, dan membimbing siswa untuk berdiskusi. Mengajar didasarkan terutama sekali pada metode sokrates yaitu penjelasan secara lisan, perkuliahan. Minat siswa tidak relevan untuk pengembangan kurikulum karena siswa belum m atang dan tidak punya pertimbangan untuk menentukan apa pengetahuan dan nilai-nilai terbaik. Nilai-nilai terbaik yang akan dipelajarinya. Oleh karena itu dalam kurikulum ini sangat sedikit yang sifatnya elektif (semua sudah ditentukan/tidak ada pilihan).
2.      Essensialisme
Pencetus essensialisme adalah William Bagley. Essensialisme lebih konsen pada isu-isu kontemporer. Menurut esensialis kurikulum sekolah harus diarahkan kepada sifatnya yang esensial saja sains, sejarah, sastra, matematika dan art. Sedangkan untuk sekolah menengah bahasa inggris, matematika, sains, sejarah dan bahasa  bahasa asing.
Sebagaimana perenial, essensial yang menolak subjek-subjek yang lain seperti art, fisikal, vokasional/ pendidikan kejuruan. Sebagaimana perenial esssensial juga menganggap setiap siswa apapun kemampuannya harus mengikuti kurikulum yang sama, tetapi dalam tingkat dan jumlah yang disesuaikan dengan kemampuannya. Peranan guru adalah sebgai model dan menguasai bidang ilmunya secara maksimal. Guru memegang kendali penuh atas kelasnya.
Essensialis sekarang terefleksi dalam tuntutan untuk menaikkan standar akademis dan kemampuan berpikir siswa. Sesuatu yang paling perlu dikuasai yang esensial  mesti ditingkatkan, sedangkan subjek-subjek yang lain diabaikan. Misalnya bagi siswa yang akademis tinggi itu diberi kelas aksel.
3.      Progresifisme
Progresifisme dikembangkan dari pragmatisme. Menurut paham ini keterampilan dan alat untuk belajar meliputi metode problem solving dan sientific inkuiri. Pengalaman belajar harus meliputi perilaku kerjasama dan disiplin diri. Keduanya dianggap penting untuk kehidupan yang demokratis. Bag paham progresif kurikulum interdisipliner buku dan disiplin keilmuan (materi pelajaran) adalah bagian dari proses belajar bukan sumber ilmu pengetahuan. Peranan guru unik, dia berfungsi sebagai pembimbing siswa dalam pemecahan masalah dan projek scientifik. Guru dan siswa merencanakan aktifitas bersama-sama. Progresif sifatnya berpusat pada anak dan pendidikan progresif berpusat kepada anak sebagai peserta didik tidak sebagai subjek didik. Lebih menekankan aktifitas dan pengalaman dari pada verbal dan pembelajaran dengan cara bekerja sama dari pada kompetisi.
Saat ini progresif terlihat dalam beberapa gerakan seperti relevan kurikulum; humanistik; dan reformasi sekolah yang radikal.  Relevan kurikulum maksudnya pesertaa didik harus dimotivasi dan ditarik dalam belajar dalam bentuk tugas dan kelas harus diberi pengalaman-pengalaman yang nyata. Humanistik kurikulum menekankan pada hasil belajar afektif yang berakar pada Abraham Moslow dan Ragger bahwa tujuan utama adalah untuk menciptakan orang-orang yang mampu beraktualisasi diri. Reformasi sekolah yang radikal, merubah suasana sekolah dari suasana yang eksis saat ini  dimana guru berperan sebagai penjaga penjara, sekolah sebagai penjara, tidak ada kebebasan untuk berekspresi diubah ke situasi sekolah yang memiliki kebebasan yang besar.
4.      Rekonstruksianisme
Rekonstruksinisme tokohnya adalah Teodore Branell. Rekonstruksionisme menganggap siswa dan guru tidak hanya mengambil posisi tertentu tetapi juga mesti bertindak sebagai agen perubahan untuk memperbaharui masyarakat. Netralitas dalam kelas tidak perlu untuk proses demokrasi, tetapi guru dan siswa harus mengambil sikap untuk memberikan alasan-alasan berpartisipasi dalam tanggungjawab sosial. Dalam kurikulum, dengan pendidikan harus sesuai dengan ekonomi politik yang baru. Bagi rekonstruksionis analisis, interpretasi dan evaluasi dari masalah tidak cukup, komitmen dan aksi dari siswa dan guru diperlukan karena masyarakat selalu berubah maka kurikulum juga berubah. Siswa dan guru bertindak sebagai agen perubahan. Kurikulum yang didasarkan pada isu-isu sosial dan pelayanan sosial dianggap ideal. Masalah-masalah yang terjadi di masyarakat dimasukan ke dalam kurikulum, perubahan dalam masyarakat dihendel oleh  kurikulum termasuk kesempatan untuk mendapat pendidikan.

Landasan Hukum KTSP

LANDASAN HUKUM PENYUSUNAN KTSP
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
  • Pasal 36 ayat (1) :’Pengembangan Kurikulum dilakukan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.”
  • Pasal 36 ayat (2) :” Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi, sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik.”
  • Pasal 38 ayat (2) :” Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah di bawah koordinasi dan supervisi Dinas Pendidikan atau kantor Departemen Agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar, dan provinsi untuk pendidikan menenga
Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
  • Pasal 1 ayat (15) ;” Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.
  • Pasal 6 ayat (1) :” Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas :
  • Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.
  • Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan akhlak mulia.
  • Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
  • Kelompok mata pelajaran estetika.
  • Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
  • Pasal 6 ayat (4) :” Setiap kelompok mata pelajaran (KMP) dilaksanakan secara holistik sehingga pembelajaran masing-masing kelompok mata pelajaran mempengaruhi pemahaman dan/atau penghayatan peserta didik.
  • Pasal 6 ayat (5) :” Semua kelompok mata pelajaran sama pentingnya dalam menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah.
  • Pasal 6 ayat (6) :” Kurikullum dan silabus SD/MI/SDLB/PAKET A, atau bentuk lain yang sederajat, menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis, kecakapan berhitung, serta kemampuan berkomunikasi.
  • Pasal 8 ayat (1) :” Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi pada setiap tingat dan/atau semester sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. à SK/KD
  • Pasal 13 dan 14 menekankan bahwa Kurikulum SMP/MTs./SMPLB/SMA/MA/SMALB :
  • dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup.
  • Dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal.
  • Pasal 16 ayat (1) :” Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP.
  • Pasal 17 ayat (1) ;” Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan……. dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
  • Pasal 17 ayat (2) :” Sekolah dan komite Sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan dan silabusnya berdasarkan Kerangka dasar kurikulum dan Standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SD,SMP,SMA dan SMK ; dan departemen yang menangani urusan pemerintah di bidang agama untuk MI,MTs., MA dan MAK.
Peraturan Mendiknas RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar isi.
Peraturan Mendiknas RI Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan.
Peraturan Mendiknas RI Nomor 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Mendiknas RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar isi, dan Peraturan Mendiknas RI Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kelulusan Tingkat Pendidikan Dasar dan Menengah

Landasan-landasan Penyusunan Kurikulum
Sukmadinata dan Nasution mengemukakan bahwa secara komulatif landasan penyusunan kurikulum adalah : (1) landasan filosofis, (2) landasan psikologis, (3) landasan sosiologis, (4) landasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, (5) landasan organisatoris.
Landasan Filosofis
Secara harfiah filosofis (filsafat) berarti cinta akan kebijakan-kebijakan (love of wisdom) orang-orang belajar berfilsafat agar agar ia menjadi orang yang mengerti dan berbuat bijak, untuk dapat mengerti kebijakan dan berbuat secara baik, ia harus tahu atau berpengetahuan.
Dalam kajian filsafat terdapat banyak aliran. Usaha-usaha pengembangan kurikulum tidak dapat terlepas dari pengaruh aliran filsafat yang dianutnya. Aliran-aliran filsafat pendidikan yang mendasari pendidikan termasuk dalam penyusunan kurikulum menurut Brameld, dapat Diklasifikasikan menjadi empat aliran, yaitu: progresifisme, esensialisme, perenialisme dan rekonstruksionisme.
  • Progresifisme berpendirian bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar untuk menghadapi dan mengatasi masalah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam keberadaan manusia dalam usahanya untuk mengalami kemajuan atau progres. Karena itu ilmu pengetahuan yang dapat menumbuhkan kemajuan atau progres adalah bagian yang utama dari kebudayaan.
Sarana utama untuk memperoleh pengetahuan dan kebijakan adalah pengalaman. Pengetahuan adalah pengalaman-pengalaman yang telah dipolakan, diatur dan diorganisasikan sedemikian rupa. Pengetahuan bersifat rasional, empirik dan dapat ditingkatkan menjadi kebenaran. Dengan demikian kurikulum pendidikan menurut progresifme bersifat eksperimental, mempertinggi kecerdasan, dan mamandang peserta didik sebagai kesatuan jasmani, rohani serta manifestasinya sebagai tingkah laku dan perbuatan yang berada dalam pengalaman. Metode ini bukan suatu keharusan mutlak, yang jelas metode harus fleksibel dan menimbulkan inisiatif kepada para siswa.
  • Esensialisme berpendirian bahwa pendidikan berfungsi sebagai pemelihara kebudayaan, karena itu pendidikan harus didasarkan pada nilai-nilai esensial kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Kebudayaan itu bersumber dari ajaran para filosuf, ahli ilmu pengetahuan yang memiliki nilai-nilai yang bersifat kekal dan monumental yang telah teruji oleh sejarah.
Manusia dalam pandangan esensialisme adalah makhluk yang padanya berlaku hukum mekinistik evolusionistik di samping merupakan refleksi dari Tuhan. Oleh karenanya perbuatan manusia dapat dipahami sebagai konvergensi antara pembawa-pembawa siologis dan pengaruhnya dari lingkungan.
  • Sedangkan parenialisme muncul sebagai reaksi terhadap kebudayaan manusia yang sedang krisis. Aliran ini memberikan pemecahan dengan jalan kembali kepada prinsip umum yang telah menjadi dasar tingkah laku dan perbuatan zaman kuno dan abad pertengahan. Dalam arti kepercayaan-kepercayaan aksiomatis mengenai pengetahuan, realitas dan nilai dari zaman tersebut. Sikap ini bukan nostalgia, melainkan berkeyakinan bahwa nilai-nilai asasi tersebut mempunyai kedudukan vital bagi pembangunan kebudayaan abad sekarang.
Pengetahuan menurut parenialisme adalah hasil persatuan dunia luar dengan indera yang telah diolah oleh budi manusia. Budi adalah kemamuan manusia yang tinggi yang mempunyai cita-cita untuk menuju kepada kebenaran sejati yang bersumber pada Tuhan. Sesuatu dikatakan memiliki kebenaran sejati manakala menunjukkan adanya persesuaian antara pikir dengan benda-benda dalam arti esensi. Metode efektif untuk menuntun orang sampai pada kebenaran hakiki adalah penalaran, baik itu bersifat induktif, deduktif maupun perpaduan dari keduanya.
Landasan Psikologis
Merujuk pada taksonomi jiwa yang dikonsepsi oleh Blomm, perilaku dapat diidentifikasikan menjadi tiga, yakni perilaku kognitif, perilaku efektif dan perilaku psikomotorik. Kondisi psikologis setiap individu berbeda karena perbedaan tahap perkembangannya, latar belakang sosial budaya juga karena perbedaan faktor-faktor yang dibawa dari lahir.
Perkembangan atau kemajuan-kemajuan yang dialami anak sebagian besar menjadi karena usaha belajar, baik melalui proses imitasi, pengingatan, pembiasaan, pemahaman, penerapan maupun pemecahan masalah. Cara belajar mengajar mana yang dapat memberikan hasil secara optimal serta bagaimana proses pelaksanaannya membutuhkan studi yang sistimatik dan mendalam. Studi yang demikian merupakan bidang pengkajian dari psikologi belajar.
Jadi minimal ada dua bidang psikologis yang mendasari pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Keduanya sangat diperlukan baik di dalam merumuskan tujuan, memilih dan menyusun bahan ajar, memilih dan menerapkan metode pembelajaran serta teknik-teknik penilaian.
  1. Psikologi Perkembangan
Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu masa pertemuan sperma dengan sel telur sampai dengan dewasa. Dalam pembahasan ini dapat ditemukan prinsip-prinsip perkembangan anak, pola perkembangan anak serta karakteristik individu pada tahap perkembangan tertentu.
Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menetapkan isi kurikulum yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasaan dan kedalaman bahan pelajaran sesuai dengan taraf perkembangan anak. Adanya jenjang atau tingkat pendidikan dalam sistem persekolahan merupakan satu bukti bahwa psikologi perkembangan menjadi landasan dalam pendidikan, khususnya kurikulum. Psikologi perkembangan bermanfaat bagi penyesuaian isi kurikulum agar sesuai dengan taraf perkembangan anak.
  1. Psikologi belajar
Secara tradisional, belajar dianggap sebagai menambah ilmu pengetahuan berarti lebih mengutamakan aspek intelektual. Dan biasanya belajar ditempuh dengan jalan menghafal pelajaran.
Pendapat lain mengatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan tingkah laku baik yang berbentuk kognitif, afektif maupun psikomotorik dan terjadi karena proses pengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar. Pengalaman adalah suatu interaksi, yakni aksi, dan reaksi antara individu dengan lingkungan.
  1. Landasan Sosiologis
Kita tahu bahwa pendidikan mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan, tetapi memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Anak berasal dari masyarakat, mendapat pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan dalam masyarakat pula. Oleh karena itu kehidupan masyarakat, dengan segala karateristik dan kekayaan budayanya harus menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi penyusunan kurikulum sebagai rancangan pendidikan. Artinya tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan sistem sosial budaya, lingkungan alam, serta sarana dan prasarana yang ada.
Al-Quran sebagai sumber inspirasi Islam telah menjelaskan tatanan nilai-nilai yang Islami. Untuk mewujudkan masyarakat madani yang Islami, penyusunan kurikulum Pendidikan Agama Islam harus melandaskan dan mengacu pada tatanan nilai yang dijelaskan al-Quran tersebut. Dengan penelaahan ini akan diperoleh gambaran representatif tentang masyarakat madani idaman al-Quran. Sehingga tujuan, isi dan proses pendidikan Islam yang terangkum dalam kurikulum tidak menyimpang dari etika tersebut.
Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung maupun tidak langsung menuntut perkembangan pendidikan. Pengaruh langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah memberikan isi atau materi yang akan disampaikan dalam pendidikan dan mempengaruhi proses pendidikan. Pengaruh tak langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah menyebabkan perkembangan masyarakat, dan perkembangan masyarakat menimbulkan problem-problem baru yang menuntut pemecahan dengan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan baru yang dikembangkan dalam pendidikan.
Untuk penyusunan kurikulum, Hilda Taba menegaskan bahwa ada dua hal yang perlu diperhatikan mengenai ilmu pengetahuan, yaitu the nature of knowledge dan the content of dicipline.
Landasan Organisatoris
Landasan ini berkenaan dengan masalah, dalam bentuk yang bagaimana bahan pelajaran akan disajikan? Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, ataukah diusahakan adanya hubungan antara pelajaran yang diberikan, ataukah diusahakan adanya hubungan secara lebih mendalam dengan menghapus segala batas-batas mata pelajaran, jadi dalam bentuk kurikulum yang terpadu. Ilmu Jiwa Asosiasi yang berpendirian bahwa keseleruhan yang subject centered, atau yang terpusat pada mata pelajaran yang dengan sendirinya akan terpisah-pisah. Sebaliknya ilmu jiwa gestalt lebih mengutamakan keseluruhan, karena keseluruhan itu lebih bermakna dan relevan dengan kebutuhan anak dan masyarakat. Aliran psikologi ini lebih
LANDASAN FILOSOFIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM

KURIKULUM

A.    Latar Belakang
Pada proses pembelajaran, suatu ketika seorang guru pasti menemukan masalah-masalah dan hal-hal yang dirasa kurang tepat dengan apa yang diajarkan dengan kurikulum yang ditetapkan pemerintah dengan keadaan yang sebenarnya terjadi di sekolah tersebut. Misalnya, berdasarkan kurikulum yang ada pada mata pelajaran TIK pada kelas XII SMA harus bisa membuat email, sedangkan di sekolah tersebut belum terjangkau oleh internet. Timbul pertanyaan guru mencari upaya untuk mengatasinya? Apa yang harus dilakukan guru? Apa seorang guru tetap mengajar seperti biasanya dan masalah itu diabaikan? Tentunya tidak, guru harus bisa memecahkan masalah tersebut, yaitu dengan mengembangkan kurikulum tersebut dengan kondisi sekolah masing-masing.
Apa sebenarnya kurikulum tersebut dan landasan pengembangan kurikulum? Akan dijelaskan lebih lanjut di makalah ini.

B.     Tujuan
Tujuan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Memahami pengertian kurikulum.
2.      Memahami landasan filosofis pengembangan kurikulum.

C.    Kajian
1.            Pengertian Kurikulum
Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahas latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.
Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan adalah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama sama artinya dengan rencana pelajaran.
Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan sebagai berikut ini.
1.      Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis. Mata ajaran tersebut mengisis materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yang berguna baginya.
2.      Kurikulum sebagai rencana pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program itu para siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah menyediakan lingkungan bagi siswa yang memberikan kesempatan belajar. Itu sebabnya, suatu kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar maksud tersebut dapat tercapai. Kurikulum tidak terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain; yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif. Semua kesempatan dan kegiatan yang akan dan perlu dilakukan oleh siswa direncanakan dalam suatu kurikulum.
3.      Kurikulum sebagai pengelaman belajar. Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yang agak berbeda dengan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar. Salah satu pendukung dari pengalaman ini menyatakan sebagai berikut:
Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not (Romine, 1945,h. 14).”

Pengertian itu menunjukan, bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan diluar kelas. Tidak ada pemisahan yang tegas antara intra dan ekstra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah kurikulum.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan  sebagai pedoman penyelenggaraan  kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Undang-Undang No.20 TH. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi. (Pasal 1 Butir 6 Kemendiknas No.232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa).
Kurikulum adalah serangkaian mata ajar dan pengalaman belajar yang mempunyai tujuan tertentu, yang diajarkan dengan cara tertentu dan kemudian dilakukan evaluasi. (Badan Standardisasi Nasional SIN 19-7057-2004 tentang Kurikulum Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan).
Dari berbagai macam pengertian kurikulum diatas kita dapat menarik garis besar pengertian kurikulum yaitu:
 Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

2.            Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan. (Bab IX, Ps.37). Pengebangan kurikulum berlandaskan faktor-faktor sebagai berikut: (1) tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan institusional yang pada gilirannya menjadi landasan dalam merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan, (2) Sosial budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat Indonesia,
1.            Perkembangan peserta didik, yang menunjuk pada karekteristik perkembangan peserta didik.
2.            Keadaan lingkungan, yang dalam arti luas meliputi lingkungan manusiawi (interpersonal), lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), dan lingkungan hidup (bioekologi), serta lingkungan alam (geoekologis).
3.            Kebutuhan pembangunan, yang mencakup kebutuhan pembangunan di bidang ekonomi, kesejahteraan rakyat, hukum, hankam, dan sebagainya.
4.            Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang sesuai dengan sistem nilai dan kemanusiawian serta budaya bangsa.

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis ; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut.
1.      Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003: hal), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
a.       Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
b.      Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
c.       Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahamu kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan  bagaimana saya hidup di dunia? Apa pengalaman itu?
d.      Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
e.       Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruksivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Disamping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstuktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis , memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dan proses.
Aliran filsafat Perenialisme, Essensialisme, eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam Pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.
2.      Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologis yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan ”karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi”.
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu:
  1. Motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan untuk melakukan suatu aksi.
  2. Bawaan; yaitu karakteristik fisisk yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau informasi.
  3. Konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang.
  4. Pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang;
  5. Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.
Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.
3.      Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun kelingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarkat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang. Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbankan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial-budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.
4.      Landasan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang.
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dan standar mutu tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta menngatasi situasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
D.    KESIMPULAN
1.      Pengertian Kurikulum
               Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
      2.   Landasan Kurikulum
                        Dari pembahasan makalah ini kami mengambil garis besar dari beberapa landasan kurikulum, yaitu meliputi:
1)      Landasan Filosofis
2)      Landasan Psikologis
3)      Landasan Sosial-budaya
4)      Landasan Ilmu pengetahuan dan teknologi

DAFTAR RUJUKAN

Hamalik, Oemar. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Nasution, M.A. 2006. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta : Bumi Aksara.




Blog, Updated at: 1/12/2014

0 komentar:

Posting Komentar

UPM

UPM-Sempack . Diberdayakan oleh Blogger.

Advertisement